MEMPERTAHANKAN INTEGRASI NASIONAL

Indonesia sebagai negara yang terdiri dari berbagai etnis yang berbeda dapat dikatakan sebagai negara multietnis. Dalam masyarakat seperti ini diperlukan suatu integrasi budaya agar tercipta kondisi masyarakat yang saling menghormati perbedaan budaya. Konsep integrasi berhubungan erat dengan pandangan mulltikulturalisme proses akulturasi yang terjadi berupa usaha setiap etnis untuk belajar budaya lain tanpa kehilangan budayanya. Dalam Integrasi, ketiga etnis tersebut saling menghormati dan menghargai budaya etnis lain. Tidak muncul tanggapan bahwa budaya satu etnis lebih tinggi dari etnis lainnya. Meskipun demikian, masih terdapat tanggapan miring dari satu etnis kepada etnis lainnya.

Manusia hidup dalam sebuah lingkungan sosial yang terdiri dari berbagai macam karakter individu dan juga nilainilai serta norma-norma yang melekat dalam lingkungan dan mengharuskan seseorang untuk menyesuaikan diri di lingkungan dimana ia tinggal. Hidup secara berdampingan memang tidak mudah, butuh penyesuaian diri untuk bisa diterima dengan baik di tengah masyarakat dan mampu untuk menerima perbedaan-perbedaan diantara mereka seperti halnya perbedaan budaya atau suku, karena di setiap wilayah dimana pun perjumpaan dan pergaulan antar etnis semakin mudah, di satu sisi kenyataan ini menimbulkan kesadaran akan perbedaan dalam berbagai aspek kehidupan.

Perbedaan bila tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan konflik. Realitas yang tidak dapat dielakkan lagi bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia terdiri atas berbagai keragaman sosial seperti halnya, kelompok etnis, budaya, agama, aspirasi politik dan lain-lain. Perbedaan-perbedaan dalam kesatuan sosial tersebut merupakan keanekaragaman yang terdapat di dalam unsur masyarakat, sehingga masyarakat dan bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat multikultural.

Dalam negara yang berpenduduk Multietnis seperti Indonesia, konflik budaya merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari. Kebijakan pemerintah yang sebelumnya menggunakan konsep pembauran membuat kebudayaan etnis minoritas harus melebur ke dalam budaya Indonesia sebagai budaya yang dominan. Akibatnya budaya etnis minorotas menjadi hilang atau terbelenggu. Konsep Integrasi Multikultural di tawarkan sebagai alternatif untuk meredakan konflik antar etnis tersebut. Dengan masyarakat yang multikultural, masing-masing budaya dari etnis yang berbeda saling hidup berdampingan, saling menghargai, dan mempelajari satu sama lain. Hal ini berimbas pada kesetaraan status budaya dalam semua elemen masyarakat, sehingga tidak ada lagi yang disebut budaya mayor (dominan) dan budaya minor.

Pengertian Integrasi Multikultural

Konsep integrasi mengindikasikan suatu proses sosiologis yang di mana faktor-faktor yang heterogen dan berbeda dalam masyarakat berhasil menciptakan suatu keseluruhan budaya seimbang yang baru. Oleh karena itu, integrasi merupaka faktor dinamis dalam penciptaan masyarakat berbasis kerjasama individu dan masyarakat. Proses integrasi pada umumnya menghasilkan suatu kesimbangan baru dalam sistem sosial, contohnya integrasi budaya para imigran merujuk pada diterimanya beberapa nilai-nilai budaya setempat dan dipertahakannya budaya asli. Integrasi dapat dibagi ke dalam beberapa jenis misalnya integrasi ekonomi, budaya, politik, dan budaya. Dalam sistem integrasi, semua warga negara berhak berpartisipasi aktif dalam segala aspek kehidupan masyarakat setempat. Dengan adanya integrasi, akan tercipta suatu masyarakat yang saling menghargai budayabudaya etnis yang ada di dalamnya tanpa ada suatu diskriminasi ataupun paksaan budaya. Hal ini sering dikaitkan dengan gagasan multikulturalisme.

Multikulturalisme sendiri akan terjadi dalam suatu masyarakat yang majemuk. Suatu masyarakat yang secara budaya majemuk (plural society) terjadi ketika sejumlah kelompok etnis yang secara budaya berbeda berada hidup bersama-sama di dalam suatu kerangka sosial dan politis yang sama. Dalam masyarakat majemuk terdapat beberapa perbedaan yang mencolok. Perbedaan ini meliputi konteks ekonomi, politis dan sejarah yang tentu saja mempengaruhi bagaimana cara kelompok dan individu akan berhubungan satu sama lain dalam suatu interaksi sosial. Di sini dapat dikatakan bahwa semakin besar semakin perbedaan budaya antar kelompok orang di dalam masyarakat, maka semakin besar pula kesulitan dihadapi untuk menjalin hubungan sosial harmonis. Ada dua aspek utama berkaitan dengan konsep ini : berlanjut (atau tidaknya) komunitas masyarakat yang secara budaya berbeda; dan berpartisipasi (atau tidaknya) komunitas tersebut dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang majemuk. Aspek pertama menyampaikan gagasan bahwa mungkin terjadi suatu masyarakat unicultural yang mempunyai satu budaya yang sama dan satu identitas tunggal untuk menandai keseluruhan populasi.

Pengertian Masyarakat Multietnis

Berbicara tentang masyarakat multietnis, ada dua istilah yang layak dibahs yaitu masyarakat dan etnisitas. Masyarakat dapat didefinisikan sebagai masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Istilah `ethnicity' berasal dari bahasa Yunani “ethnos”, yang berarti orang, kerumunan, atau negara.Etnos sebagai suatu komunitas orang yang terbentuk secara historis dan dicirikan dengan adanya suatu budaya umum yang relatif stabil dan kesadaran terhadap kesatuan mereka sebagai komunitas yang berbeda dangan komunitas lain yang sejenis. 

Integrasi Multikultural Dalam Masyarakat Multietnis di Kota Semarang

Kota Semarang memiliki penduduk sangat heterogen terdiri dari campuran beberapa etnis, Jawa, Cina,dan Arab Keturunan. Mayoritas penduduk di Kota Semarang memeluk agama Islam, pemeluk agama lainnya seperti Kristen, Katholik, Hindu dan Budha juga cukup banyak. 

Keragaman etnis yang ada di Kota Semarang juga melatar belakangi tagline dalam City Branding Kota Semarang yaitu “Variety of Culture”."Variety of Culture" bermakna bahwa Kota Semarang mempercantik diri dan berkembang dengan tetap mempertahankan budayanya yang heterogen. Kota Semarang sebagai ibu kota Jawa Tengah merupakan tempat yang cukup strategis bagi berjalannya interaksi antara etnis Jawa, Cina, dan Arab keturunan. Ketiga etnis tersebut merupakan etnis yang cukup besarnya jumlahnya. Hal tentu membawa suatu proses interaksi budaya di antara ketiga etnis tersebut. Bahkan keberadaan etnis-etnis itu digambarkan sebagai pembentuk budaya yang ada di Semarang dan dijadikan sebagai ikon kota Semarang yaitu Warak Ngendok, seekor binatang imajiner yang menyimbolkan budaya etnis Jawa, Cina, dan Arab.

Wujud kepala Warak Ngendog merupakan wujud kepala naga yang merupakan ikon bagi etnis Cina. Naga merupakan binatang yang dianggap suci dan menjadi binatang dewa dalam budaya Cina. Bagian tubuh bawah merupakan bentuk binatang kambing yang menyimbulkan etnis Jawa. Kambing merupakan binatang yang banyak ditemukan dan dipelihara oleh masyarakat Jawa. Sedangkan bagian tubuh atas merupakan bentuk dari tubuh Burag, binatang yang menjadi tunggangan Nabi Muhammad saat naik ke langit untuk menerima wahyu dari Tuhan. Oleh karena itu, bagian tersebut menyimbulkan keberadaan etnis Arab di Semarang. Burag merupakan binatang tunggangan Nabi pembawa agama Islam yang muncul di tanah Arab, sehingga digunakanlah binatang tersebut untuk mewakili keberadaan etnis Arab. Biasanya warak ngendok diarak ketika ada acara dugderan. Dugderan sendiri merupakan satu even budaya yang diselenggarakan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan atau puasa bagi orang Islam. Warak ngendok akan diarak bersamaan dengan karnaval yang memamerkan berbagai kesenian Semarang. Rute dan tempat pelaksanaan dugderan adalah di sekitar Pasar Johar. 

Pasar Johar dipilih karena dianggap sebagai lokasi yang cukup strategis, dekat dengan masjid agung jawa tengah, serta dapat dikatakan pusat kegiatan ekonomi di Semarang. Johar merupakan suatu wilayah di Semarang yang dahulunya merupakan pusat pemerintahan pada jaman Belanda. Di wilayah ini, tinggal berbagai macam etnis yang berbeda misalnya etnis jawa (pribumi), Arab, dan Cina. Di tempat ini pula mereka tinggal secara berkelompok menurut etnis mereka. Etnis Cina tinggal di wilayah pecinan, Etnis Arab tinggal di wilayah pekojan, dan orang pribumi tinggal di tempat selain kedua tempat tersebut. Sampai saat ini, etnis Cina keturunan dan Arab keturunan masih tinggal di pecinan dan pekojan. Interaksi sosial yang terjadi di antara ketiga etnis tersebut paling sering terjadi di wilayah pasar Johar dan pertokoan di sekitarnya. Bagi orang Arab keturunan interakasi mereka dengan orang pribumi bisa terjadi di pasar ataupun di tempat ibadah.

Sedangkan bagi etnis Cina keturunan, interaksi mereka dengan etnis jawa maupun etnis Arab keturunan pada umumnya sering dilakukan di pertokoan tempat mereka berdagang. Hal ini disebabkan karena mereka tinggal dilingkungan yang ditempati oleh etnis Cina keturunan seperti mereka. Kecenderungan bagi etnis Arab keturunan untuk tinggal di lingkungan yang budayanya sama. Dalam hal ini kesamaan agama menjadi satu pertimbangan utama memilih lokasi tempat tinggal. Bagi mereka tinggal di lingkungan orang Jawa maupun Orang Arab keturunan tidak masalah karena mereka mempunyai kebiasaan keagamaan yang sama. Hal berbeda mereka rasakan jika tinggal di lingkungan orang etnis Cina karena perbedaan budaya khususnya perbedaan etnis dan agama.

Berkaitan dengan kebiasaan atau tradisi yang menjadi identitas etnis, sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka masih melakukan tradisi budaya mereka masing-masing. Bagi etnis Cina misalnya acara Tahun Baru Cina yang sering disebut masyarakat umum sebagai lebaran Cina merupakan satu perayaan yang cukup penting. Dalam perayaan tersebut ada satu tradisi yang biasa dilakukan yaitu berkunjung ke rumah famili dan bagi-bagi angpao kepada sanak saudara yang lebih muda. Hal yang sama juga terjadi pada etnis Jawa ketika memperingati hari raya lebaran. Dalam masyarakat Arab tempat Agama Islam muncul, tidak ada tradisi halal bihahal atau kunjungan rumah saudara atau tetangga sambil bagibagi uang. Tradisi tersebut muncul dalam masyarakat Jawa dan masih dilakukan sampai sekarang.  

Selain melaksanakan tradisi lebaran, etnis jawa juga masih memegang dan menerapkan budaya Jawa khususnya dalam hal bersikap pada kehidupan sehari-hari. Hal itu menunjukkan bagaimana mereka masih memegang dengan kuat cara pergaulan yang dianggap baik dalam masyarakat Jawa. Dalam hal berbicara misalnya, seseorang akan dianggap sopan bila menggunakan bahasa Kromo pada saan berbicara dengan orang yang lebih tua atau orang yang tidak begitu akrab. Bila orang tersebut menggunakan bahasa ngoko maka dia akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun dalam masyarakat Jawa. Hal ini terjadi karena dalam budaya Jawa, bahasa ngoko hanya digunakan ketika seseorang berbicara dengan orang yang usianya sama atau lebih muda ataupun dengan orang yang hubungannya sudah akrab. Apabila seseorang berbicara dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa ngoko, maka dia dianggap tidak menghormati orang yang diajak bicara. 

Bagi etnis Arab keturunan, lamanya tinggal di Indonesia serta berbaur dengan masyarakat di sekitarnya (Jawa) membuat mereka cenderung binggung untuk membedakan mana yang merupakan budaya Arab dan mana yang budaya Jawa. Secara umum hal ini disebabkan karena baik etnis Arab keturunan maupun Jawa mempunyai salah satu budaya yang sama yaitu beragama Islam. Berbagai kebiasaan yang sama juga mereka lakukan seperti sholat, puasa, zakat dan sebagainya.

Interakasi dengan tetangga yang dilakuka oleh etnis jawa, Cina, dan Arab keturunan di Semarang dapat dikatakan baik. Meskipun demikian kesibukan pekejaan membuat mereka hanya berinteraksi dan berbicara dengan tetangga seperlunya saja. Berkaitan dengan interaksi dengan etnis yang lain, hubungan komunikasi tersebut mereka lakukan dalam sebuah bentuk transaksi perdagangan atau jual beli di toko mengingat sebagian besar etnis Cina dan Arab berprofesi sebagai pedagang. Tempat tinggal yang berkelompok dengan etnis yang sama membuat kontak komunikasi paling sering terjadi di area pasar atau Pertokoan. Bagi etnis Arab keturunan interaksi dengan etnis lain khususnya tetangga yang beretnis Jawa sering terjadi dibandingkan dengan etnis Cina. Hal ini terjadi karena mereka mempunyai kesamaan agama yaitu Islam sehingga interaksi bisa terjadi di tempat masjid. Berbeda dengan etnis Cina yang beragama berbeda, etnis Arab keturunan berinteraksi biasanya hanya pada saat mereka melakukan transaksi jual beli di pecinan.

Berkaitan dengan tradisi atau kebiasaan yang dilakukan etnis lain, sebagian besar menyatakan bahwa hal itu bukan masalah. Mereka melihat tradisi tersebut sebagai suatu hak dan kebiasaan yang dimiliki oleh setiap etnis dan bisa dilakukan oleh anggota komunitas etnis tersebut. Meskipun sikap saling menghormati dan saling menghargai terhap budaya lain sudah tertanam dalam pikiran masyarakat etnis Jawa dan Cina di Semarang, tetapi masih ada pandangan miring terhadap etnis lain. Pandangan miring tersebut berkaitan dengan pergaulan atau sikap kerja dari suatu etnis Reaksi yang diberikan untuk menanggapi pandangan miring dari etnis lain juga sama yaitu membiarkan hal itu. Bagi mereka tanggapan miring tersebut adalah hal yang susah untuk diubah karena yang bisa mengubahnya hanya individu yang bersangkutan. Yang terpenting bagi mereka adalah bagimana mencari uang untuk menghidupi keluarga Berkaitan dengan upaya untuk menjaga hubungan baik dengan etnis lain untuk menjaga hal yang tidak diinginkan, baik respondeng Jawa, Cina, maupun Arab Keturunan mengungkapkan bahwa mereka berusaha untuk tidak menganggu aktivitas maupun pekerjaan etnis lain termasuk aktivitas budaya di dalamnya.

Etnis Jawa, Cina dan Arab keturunan di atas terlihat jelas bahwa ada usaha untuk menjaga hubungan baik dengan etnis lain. Hal utama yang mereka lakukan adalah dengan tidak menganggu aktivitas etnis lain serta menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Sikap menghormati dan menghargai kebudayaan etnis lain tentu sangat penting bagi berlangsungnya integrasi multikultural di Semarang. Dalam masyarakat multikultural interaksi merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena merupakan dasar proses sosial yang menunjukkan hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Pada kondisi multikultural masyarakat di wilayah kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang, terjalinnya interakasi sosial yang harmonis disebabkan karena terkonsepsikannya dengan baik sikap saling memahami dan menjaga satu wilayah, serta adanya keterlibatan semua pihak dalam berbagai kegiatan yang mengantarkan mereka pada proses pembauran hidup yang berlangsung secara turun temurun. Selain itu, sikap memegang teguh pendirian budaya juga membawa pengaruh terhadap kerukunan antar umat beragama.

Sementara adaptasi dan asimilasi budaya merupakan bentuk dari pemahaman multikultural masyarakat di wilayah Semarang di samping bentuk yang lain yang telah mereka praktikkan selama ini. Kesadaran akan kepentingan bersama, tidak menyurutkan warga untuk dapat melakukan kerjasama dengan warga yang berbeda agama, karena dengan kerjasama tersebut dapat meningkatkan keharmonisan antarwarga sebagai teman dan tetangga. Menurut Wasino (2006:35), hubungan yang terjalin antar umat beragama dalam suatu wilayah tertentu mengakibatkan mereka melakukan kontak dan interaksi sosial. Warga dapat saling melaksanakan komunikasi dengan warga lain tanpa mempersoalkan adanya pembedaan agama dan etnis.Biasanya jika dari masingmasing warga bertemu satu sama lain mereka melakukan kontak sosial dimana setiap warga memiliki kesadaran untuk saling senyum dan menyapa yang diwujudkan untuk memulai komunikasi. Sehingga tidak heran jika masingmasing dapat membaur antara satu dengan yang lain tanpa memandang perbedaan agama. Warga masyarakat yang berbeda etnis di wilayah Kecamatan Semarang Tengah juga melaksanakan proses interaksi sosial secara baik yaitu proses asosiatif yang diwujudkan dalam bentuk kerjasama melalui kegiatan gotong royong dan kerjabakti yang dilaksanakan oleh warga pada hari minggu.

Perbedaan etnis ternyata tidak menjadi hambatan bagi para warga untuk dapat berinteraksi karena warga sudah meliki sikap toleransi yang tinggi terhadap warga etnis lain. Sehingga dari hal tersebut tidak terjadi adanya pengelompokan warga dalam bergaul baik dari warga etnis jawa,cina atau Arab keturunan, pengelompokkan hanya terdapat dalam kegiatan intern agama masing-masing, tetapi dalam hal diluar kegiatan keagamaan para warga dapat berkumpul bersama dan tidak membawa masalah persoalan etnis ataupun agama. 

Kesimpulan

Integrasi multikkultural yang terjadi antara kedua etnis tersebut di Semarang sudah berjalan cukup baik. Baik etnis Jawa maupun Etnis Cina keturunan sama-sama berusaha untuk tidak menganggu aktivitas etnis lain. Dalam masyarakat etni Jawa maupun etnis Cina Keturunan sudah ada sikap menghargai dan menghormati budaya etnis lain. Meskipun demikian masih terdapat pandangan negatif terhadap kedua etnis tersebut. Tanggapan ini tentunya sangat berbahaya bagi keberlangsungan integrasi multikultural yang sudah terbentuk. Untuk itu perlu diadakan usaha dari semua pihak terkait untuk menghilangkan hal tersebut meskipun secara perlahan-lahan.

Comments